Kamis, 07 Juli 2011

askep pada kelenjar tyroid

askep pada kelenjar tyroid
askep pada kelenjar tyroid
1 ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN KELENJAR TIROID
Penyakit akibat gangguan kelenjar tiroid umum terjadi,namun untungnya dapat di diagnosa dengan cepat dan di obati dengan hasil yang sangat baik. Penyakit tiroid timbul sebagai gangguan fungsi (hipofungsi atau hiperfungsi) atau sebagai lesi masa (perbesaran neoplasmaatau nonneoplastik,yang di kenal sebagai goiter).
A. Tinjauan Gangguan Kelenjar Tiroid
1. Hipertiroidisme
Hipertiroidisme digambarkan sebagai suatu kondisi dimana terjadi kelebihan sekresi hormon tiroid. Tirotoksikosis mengacu pada manivestasi klinis yang terjadi bila jaringan tubuh di stimulasi oleh peningkatan hormon ini. Hipertiroidisme merupakan kelainan endokrin yang dapat di cegah. Seperti kebanyakan kondisi tiroid, kelainan ini merupakan kelainan yang sangat menonjol pada wanita. Kelainan ini menyerang wanita empat kali lebih banyak daripada para pria, terutama wanita muda yang berusia antara 20 dan 40 tahun. PATOFISIOLOGI
Hipertiroidisme mungkin karena overfungsi keseluruhan kelenjar, atau kondisi yang kurang umum, mungkin disebabkan oleh fungsi tunggal atau multiple adenoma kanker tiroid. Juga pengobatan miksedema dengan hormon tiroid yang berlebihan dapat menyebabkan hipertiroidisme. Bentuk hipertiroidisme yang paling umum adalah penyakit Graves (goiter difus toksik yang mempuyai tiga tanda penting yaitu :
(1). Hipertiroidisme
(2) Perbesaan kelenjar tiroid (goiter)
(3) Eksoptalmos (protrusi mata abnormal)Penyebab lain hipertiroidisme dapat mencakup goiter nodular toksik, adenoma toksik (jinak), karsinoma tiroid,tiroiditis subakut dan kronis, dan ingesti TH.Dampak hipertiroidisme terhadap berbagai sistem tubuh adalah sebagai beikut :
1. Sistem integument seperti diaphoresis, rambut halus, jarang dan kulit lembab.
2. Sistem pencernaan seperti berat badan menurun, nafsu makan meningkat dan diare.
3. Sistem muskuloskeletal seperti kelemahan.
4. Sistem pernapasan seperti dispnea dan takipnea.
5. Sistem kardiovaskular seperti palpitasi, nyeri dada.
6. Metabolik seperti peningkatan laju metabolisme tubuh,intoleran terhadap panas dan suhu sub febris.
7.Sistem neurologi seperti mata kabur, mata lelah, insomnia.
8. Sistem reproduksi seperti amenore, volume menstruasi berkurang dan libido meningkat. 9. Psikologis/Emosi seperti gelisah, iritabilitas, gugup/nervous.
II. Hipotiroidisme
Penurunan sekresi hormon kelenjar tiroid sebagai akibat kegagalan mekanisme kompensasi kelenjar tiroid dalam memenuhi kebutuhan jaringan tubuh akan hormon-hormon tiroid.
PATOFISIOLOGI
Hipotiroidisme dapat terjadi akibat pengangkatan kelenjar tiroid dan pada pengobatan tirotoksikosis dengan RAI. Juga terjadi akibat infeksi kronis kelenjar tiroid dan atropi kelenjar tiroid yang bersifat idiopatik. Prevalensi penderita hipotiroidisme meningkat pada usia 30 sampai 60 tahun, empat kali lipat angka kejadiannya pada wanita di bandingkan pria. Hipotiroidisme kongenital di jumpai satu orang pada empat ribu kelahiran hidup. Jika produksi hormon tiroid tidak adekuat maka kelenjar tiroid akan berkompensasi untuk meningkatkan sekresinya sebagai respons terhadap rangsangan hormon TSH. Penurunan sekresi hormon kelenjar tiroid akan menurunkan laju metabolisme basal yang akan mempengaruhi semua sistem tubuh. Proses metabolik yang di pengaruhi antara lain : a. Penurunan produksi asam lambung (aclorhidia)
b. Penurunan motilitas usus
c. Penurunan detak jantung
d. Gangguan fungsi neurologik
e. Penurunan produksi panas
Penurunan hormon tiroid juga akan mengganggu metabolisme lemak dimana akan terjadi peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida sehingga klien berpotensi mengalami atherosklerosis Akumulasi proteoglicans hidrophilik di rongga intertisial seperti rongga pleura, cardiak dan abdominal sebagai tanda dari mixedema. Pembentukan eritrosit yang tidak optimal sebagai dampak dari menurunnya hormon tiroid memungkinkan klien mengalami anemi. Dampak hipotiroidisme terhadap berbagai sistem tubuh adalah sebagai berikut :
1.Sistem integument seperti kulit dingin, pucat, kering, bersisik
2. Sistem pulmonari seperti hipoventilasi, pleural efusi, dispnea
3. Sistem kardiovaskular seperti brakikardi¸disritmia,pembesaran jantung.
4. Metabolik seperti penurunan meabolisme basal, penurunan suhu tubuh.
5. Sistem muskuloskeletal seperti nyeri otot, kontraksi dan relaksasi otot yang melambat. 6. Sistem neurologi seperti fungsi intelektual yang lambat, berbicara lambat dan terbata-bata. III. Hipertrofi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid mengalami pembesaran akibat pertambahan ukuran sel/jaringan tanpa di sertai peningkatan atau penurunan sekresi hormon-hormon kelenjar tiroid. Disebut juga sebagai goiter nontosik atau simple goiter atau struma Endemik. Pada kondisi ini dimana pembesaran kelenjar tidak disertai penurunan atau peningkatan sekresi hormon-hormonnya maka dampak yang di timbulkannya hanya bersifat lokal yaitu sejauh mana pembesaran tersebut mempengaruhi organ di sekitarnya seperti pengaruhnya pada trakhea dan esophagus. PATOFISIOLOGI
Berbagai faktor di identifikasi sebagai penyebab terjadinya hipertropi kelenjar tiroid termasuk di dalamnya defisiensi jodium, goitrogenik glikosida agent (zat atau bahan ini dapat menekan sekresi hormon tiroid) seperti ubi kayu, jagung, lobak, kangkung, kubis bila di konsumsi secara berlebihan, obat-obatan anti tiroid, anomali, peradangan dan tumor/neoplasma.Sedangkan secara fisiologis, menurut Benhard (1991) kelenjar tiroid dapat membesar sebagai akibat peningkatan aktifitas kelenjar tiroid sebagai upaya mengimbangi kebutuhan tubuh yang meningkat pada masa pertumbuhan dan masa kehamilan Berdasarkan kejadiannya atau penyebarannya ada yang di sebut Struma Endemis dan Sporadis. Secara sporadis dimana kasus-kasus struma ini di jumpai menyebar diberbagai tempat atau daerah. Bila di hubungkan dengan penyebab maka struma sporadis banyak disebabkan oleh faktor goitrogenik, anomali dan penggunaan obat-obatan anti tiroid, peradangan dan neoplasma. Secara endemis, dimana kasus-kasus struma ini dijumpai pada sekelompok orang di suatu daerah tertentu, dihubungkan dengan penyebab defisiensi jodium.
B. Penatalaksanaan Klien dengan Hipertiroidisme
I. Pengkajian
1. Pengumpulan biodata seperti umur, jenis kelamindan tempat tinggal.
2. Riwayat penyakit dalam keluarga.
3. Kebiasaan hidup sehari-hari mencakup aktifitas dan mobilitas, pola makan, penggunaan obat-obat tertentu, istirahat dan tidur.
4. Keluhan klien seperti berat badan turun meskipun napsu makan meningkat, diare, tidak tahan terhadap panas, berkeringat banyak
5. Pemeriksaan fisik :
a. Amati penampilan umum klien, amati wajah klien khususnya kelainan pada mata seperti : •Opthalmopati yang di tandai :
- eksoftalmus : bulbus okuli menonjol keluar
- tanda Stellwag s : mata arang berkedip
- tanda Von Graefes : jika klien melihat kebawah maka palpebra superior sukar atau sama sekali tidak dapat mengikuti bola mata
- tanda mobieve : sukar mengadakan atau menahan konvergensi
- tanda joffroy : tidak dapat mengerutkan dahi jika melihat ke atas
- tanda rosenbagh : tremor palpebra jika mata menutup
•Edema palpebra dikarenakan akumulasi cairan di periorbita dan penumpukan lemak di retro orbita
•Juga akan di jumpai penurunan visus akibat penekanan saraf optikus dan adanya tanda-tanda radang atau infeksi pada konjunktiva dan atau kornea
•Fotopobia dan pengeluaran air mata yang berlebihan merupakan tanda yang lazim b. Amati manifestasi klinis hipertiroidisme pada berbagai sistem tubuh seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya
c. Palpasi kelenjar tiroid, kaji adanya pembesaran, bagaimana konsistensinya, apakah dapat digerakkan serta apakah nodul soliter atau multipel
d. Auskultasi adanya “bruit”
6. Pengkajian psikososial
7. Pemeriksaan diagnostik
II. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang utama dijumpai pada klien dengan hipertiroidisme adalah : 1. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan waktu pengisian diastolik sebagai akibat peningkatan frekwensi jantung
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan efek hiperkatabolisme
3. Perubahan persepsi sensoris (penglihatan) yang berhubungan dengan ganggua perpindahan impuls sensoris akibat ofthalmopati
Diagnosa keperawatan tambahan antara lain :
1. Diare yang berhubungan dengan peningkatan aktivitas metabolik
2. Koping individu tak efektif yang berhubungan dengan emosi yang labil
3. Intoleransi terhadap aktifitas yang berhubungan dengan kelemahan akibat metabolisme yang meningkat
4. Gangguan pola tidur sehubungan dengan suhu tubuh yang meningkat akibat peningkatan metablisme
5. Gangguan proses berpikir yang berhubungan dengan emosi yang labil dan perhatian yang menyempit
III. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan : Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan menurunnya waktu pengisian diastolik sebagai akibat dari peningkatan frekuensi jantung Tujuan: Fungsi kardiovaskular kembali normal Intervensi Keperawatan :
1. Observasi setiap 4 jam nadi apikal, tekanan darah dan suhu tubuh
2. Anjurkan kepada klien agar segera melaporkan pada perawat bila mengalami nyeri dada, palpitasi, dispnea dan vertigo.
3. Upayakan agar klien dapat istirahat
4. Bantu klien memenuhi kebutuhan sehari-hari sesuai kebutuhan
5. Batasi aktivitas yang melelahkan klien
6. Kolaborasi pemberian obat-obat antitiroid.
7. Kolaborasi tindakan pembedahan bila dengan tindakan konservatif
Diagnosa Keperawatan : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan efek hiperkatabolisme
Tujuan : Setelah perawatan di rumah sakit, klien akan mempertahankan status nutrisi yang optimal
Intervensi Keperawatan :
1. Berikan makanan tinggi kalori tinggi protein
2. Beri makanan tambahan diantara waktu makan
3. Timbang berat badan secara teratur setiap 2 hari sekali
4. Bila perlu, konsultasikan klien dengan ahli gizi
Diagnosa Keperawatan : Gangguan persepsi sensoris (penglihatan) yang berhubungan dengan gangguan transmisi impuls sensorik sebagai akibat oftalmopati
Tujuan : Klien tidak mengalami penurunan visus yang lebih buruk dan tidak terjadi trauma / cidera pada mata
Intervensi Keperawatan :
1. Anjurkan pada klien bila tidur dengan posisi elevasi kepala
2. Basahi mata dengan borwater sterill
3. Jika ada photopobia, anjurkan klien menggunakan kacamata rayben
4. Jika klien tidak dapat menutup mata rapat pada saat tidur, gunakan plester non alergi 5. Berikan obat-obat steroid sesuai program
C.Penatalaksanaan Klien dengan Hipotiroidisme
I. Pengkajian
Dampak penurunan kadar hormon dalam tubuh sangat bervariasi, oleh karena itu lakukanlah pengkajian terhadap hal-hal penting yang dapat menggali sebanyak mungkin informasi antara lain
PATOFISIOLOGI
Hipotiroidisme dapat terjadi akibat pengangkatan kelenjar tiroid dan pada pengobatan tirotoksikosis dengan RAI. Juga terjadi akibat infeksi kronis kelenjar tiroid dan atropi kelenjar tiroid yang bersifat idiopatik. Prevalensi penderita hipotiroidisme meningkat pada usia 30 sampai 60 tahun, empat kali lipat angka kejadiannya pada wanita di bandingkan pria. Hipotiroidisme kongenital di jumpai satu orang pada empat ribu kelahiran hidup. Jika produksi hormon tiroid tidak adekuat maka kelenjar tiroid akan berkompensasi untuk meningkatkan sekresinya sebagai respons terhadap rangsangan hormon TSH. Penurunan sekresi hormon kelenjar tiroid akan menurunkan laju metabolisme basal yang akan mempengaruhi semua sistem tubuh. Proses metabolik yang di pengaruhi antara lain : a. Penurunan produksi asam lambung (aclorhidia)
b. Penurunan motilitas usus
c. Penurunan detak jantung
d. Gangguan fungsi neurologik
e. Penurunan produksi panas
Penurunan hormon tiroid juga akan mengganggu metabolisme lemak dimana akan terjadi peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida sehingga klien berpotensi mengalami atherosklerosis Akumulasi proteoglicans hidrophilik di rongga intertisial seperti rongga pleura, cardiak dan abdominal sebagai tanda dari mixedema. Pembentukan eritrosit yang tidak optimal sebagai dampak dari menurunnya hormon tiroid memungkinkan klien mengalami anemi.
Dampak hipotiroidisme terhadap berbagai sistem tubuh adalah sebagai berikut : 1.Sistem integument seperti kulit dingin, pucat, kering, bersisik
2. Sistem pulmonari seperti hipoventilasi, pleural efusi, dispnea
3. Sistem kardiovaskular seperti brakikardi¸disritmia,pembesaran jantung.
4. Metabolik seperti penurunan meabolisme basal, penurunan suhu tubuh.
5. Sistem muskuloskeletal seperti nyeri otot, kontraksi dan relaksasi otot yang melambat. 6. Sistem neurologi seperti fungsi intelektual yang lambat, berbicara lambat dan terbata-bata. III. Hipertrofi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid mengalami pembesaran akibat pertambahan ukuran sel/jaringan tanpa di sertai peningkatan atau penurunan sekresi hormon-hormon kelenjar tiroid. Disebut juga sebagai goiter nontosik atau simple goiter atau struma Endemik. Pada kondisi ini dimana pembesaran kelenjar tidak disertai penurunan atau peningkatan sekresi hormon-hormonnya maka dampak yang di timbulkannya hanya bersifat lokal yaitu sejauh mana pembesaran tersebut mempengaruhi organ di sekitarnya seperti pengaruhnya pada trakhea dan esophagus.
PATOFISIOLOGI
Berbagai faktor di identifikasi sebagai penyebab terjadinya hipertropi kelenjar tiroid termasuk di dalamnya defisiensi jodium, goitrogenik glikosida agent (zat atau bahan ini dapat menekan sekresi hormon tiroid) seperti ubi kayu, jagung lobak, kangkung, kubis bila di konsumsi secara berlebihan, obat-obatan anti tiroid, anomali, peradangan dan tumor/neoplasma. Sedangkan secara fisiologis, menurut Benhard (1991) kelenjar tiroid dapat membesar sebagai akibat peningkatan aktifitas kelenjar tiroid sebagai upaya mengimbangi kebutuhan tubuh yang meningkat pada masa pertumbuhan dan masa kehamilan.
Berdasarkan kejadiannya atau penyebarannya ada yang di sebut Struma Endemis dan Sporadis. Secara sporadis dimana kasus-kasus struma ini di jumpai menyebar diberbagai tempat ada daerah. Bila di hubungkan dengan penyebab maka struma sporadis banyak disebabkan oleh faktor goitrogenik, anomali dan penggunaan obat-obatan anti tiroid, peradangan dan neoplasma. Secara endemis, dimana kasus-kasus struma ini dijumpai pada sekelompok orang di suatu daerah tertentu, dihubungkan dengan penyebab defisiensi jodium.
B. Penatalaksanaan Klien dengan Hipertiroidisme
I. Pengkajian
1. Pengumpulan biodata seperti umur, jenis kelamin dan tempat tinggal.
2. Riwayat penyakit dalam keluarga.
3. Kebiasaan hidup sehari-hari mencakup aktifitas dan mobilitas, pola makan, penggunaan obat-obat tertentu, istirahat dan tidur.
4. Keluhan klien seperti berat badan turun meskipun napsu makan meningkat, diare, tidak tahan terhadap panas, berkeringat banyak
5. Pemeriksaan fisik :
a. Amati penampilan umum klien, amati wajah klien khususnya kelainan pada mata seperti : •Opthalmopati yang di tandai :
- eksoftalmus : bulbus okuli menonjol keluar
- tanda Stellwag s : mata arang berkedip
- tanda Von Graefes : jika klien melihat kebawah maka palpebra superior sukar atau sama sekali tidak dapat mengikuti bola mata
- tanda mobieve : sukar mengadakan atau menahan konvergensi
- tanda joffroy : tidak dapat mengerutkan dahi jika melihat ke atas
- tanda rosenbagh : tremor palpebra jika mata menutup
•Edema palpebra dikarenakan akumulasi cairan di periorbita dan penumpukan lemak di retro orbita
•Juga akan di jumpai penurunan visus akibat penekanan saraf optikus dan adanya tanda-tanda radang atau infeksi pada konjunktiva dan atau kornea
•Fotopobia dan pengeluaran air mata yang berlebihan merupakan tanda yang lazim b. Amati manifestasi klinis hipertiroidisme pada berbagai sistem tubuh seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya
c. Palpasi kelenjar tiroid, kaji adanya pembesaran, bagaimana konsistensinya, apakah dapat digerakkan serta apakah nodul soliter atau multipel
d. Auskultasi adanya “bruit”
6. Pengkajian psikososial
7. Pemeriksaan diagnostik

II.Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang utama dijumpai pada klien dengan
hipertiroidisme adalah :
1. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan
penurunan waktu pengisian diastolik sebagai akibat
peningkatan frekwensi jantung
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan efek hiperkatabolisme
3. Perubahan persepsi sensoris (penglihatan) yang berhubungan
dengan gangguan perpindahan impuls sensoris akibat
ofthalmopati
Diagnosa keperawatan tambahan antara lain :
1. Diare yang berhubungan dengan peningkatan aktivitas
metabolik
2. Koping individu tak efektif yang berhubungan dengan emosi
yang labil
3. Intoleransi terhadap aktifitas yang berhubungan dengan
kelemahan akibat metabolisme yang meningkat
4. Gangguan pola tidur sehubungan dengan suhu tubuh yang
meningkat akibat peningkatan metablisme
5. Gangguan proses berpikir yang berhubungan dengan emosi
yang labil dan perhatian yang menyempit

III. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan: Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan menurunnya waktu pengisian diastolik sebagai akibat dari peningkatan frekuensi jantung Tujuan: Fungsi kardiovaskular kembali normal Intervensi Keperawatan :
1. Observasi setiap 4 jam nadi apikal, tekanan darah dan suhu tubuh
2. Anjurkan kepada klien agar segera melaporkan pada perawat bila mengalami nyeri dada, palpitasi, dispnea dan vertigo.
3. Upayakan agar klien dapat istirahat
4. Bantu klien memenuhi kebutuhan sehari-hari sesuai kebutuhan
5. Batasi aktivitas yang melelahkan klien
6. Kolaborasi pemberian obat-obat antitiroid.
7.Kolaborasi tindakan pembedahan bila dengan tindakan konservatif
Diagnosa Keperawatan :
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan efek hiperkatabolisme
Tujuan : Setelah perawatan di rumah sakit, klien akan mempertahankan status nutrisi yang optimal
Intervensi Keperawatan :
1. Berikan makanan tinggi kalori tinggi protein
2. Beri makanan tambahan diantara waktu makan
3. Timbang berat badan secara teratur setiap 2 hari sekali
4. Bila perlu, konsultasikan klien dengan ahli gizi
Diagnosa Keperawatan :
Gangguan persepsi sensoris (penglihatan) yang berhubungan
dengan gangguan transmisi impuls sensorik sebagai akibat
oftalmopati
Tujuan :
Klien tidak mengalami penurunan visus yang lebih buruk dan
tidak terjadi trauma / cidera pada mata
Intervensi Keperawatan :
1. Anjurkan pada klien bila tidur dengan posisi elevasi kepala
2. Basahi mata dengan borwater sterill
3. Jika ada photopobia, anjurkan klien menggunakan kacamata
rayben
4. Jika klien tidak dapat menutup mata rapat pada saat tidur,
gunakan plester non alergi
5. Berikan obat-obat steroid sesuai program
C.Penatalaksanaan Klien dengan Hipotiroidisme
I.Pengkajian
Dampak penurunan kadar hormon dalam tubuh sangat
bervariasi, oleh karena itu lakukanlah pengkajian terhadap hal-
hal penting yang dapat menggali sebanyak mungkin informasi
antara lain :
1. Riwayat kesehatan klien dan keluarga
2. Kebiasaan hidup sehari-hari seperti :
a. Pola makan
b. Pola tidur (klien menghabiskan banyak waktu
untuk tidura)
c. Pola aktivitas
3. Tempat tinggal klien sekarang dan pada waktu balita
4. Keluhan utama klien, mencakup gangguan pada
berbagai sistem tubuh :
a. Sistem pulmonari
b. Sistem pencernaan
c. Sistem kardiovaskular
d. Sistem muskuloskeletal
e. Sistem neurologik
f. Sistem reproduk
g. Metabolik
h. Emosi/psikologis
5. Pemeriksaan fisik mencakup :
a. Penampilan secara umum
b. Nadi lambat dan suhu tubuh menurun
c. Perbesaran jantung
d. Disritmia dan hipotensi
e. Parastesia dan reflek tendon menurun
6. Pengkajian psikososial
7. Pemeriksaan penunjang
II. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama yang dapat dijumpai pada klien
dengan hipotiroidisme antara lain :
1. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan
penurunan volume sekuncup sebagai akibat dari bradikardi :
arteriosklerosis arteri koronaria
2. Pola nafas yang tidak efektif yang berhubungan dengan
penurunan tenaga / kelelahan : ekspansi paru yang menurun,
obesitas dan inaktivitas
3. Gangguan proses pikir yang berhubungan dengan edema
jaringan serebral dan retensi air
Diagnosa keperawatan tambahan antara lain :
1. Perubahan nutrisi
2. Hipotermi
3. Konstipasi
4. Gangguan integritas kulit
5. Disfungsi seksual
II. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan :
Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan
volume sekuncup akibat bradikardi dan arteriosklerosis arteri
koronaria
Tujuan :
Fungsi kardiovaskular tetap optimal yang ditandai dengan
tekanan darah irama jantung dalam batas normal
Intervensi Keperawatan :
1.Pantau tekanan darah, denyut dan irama jantung setiap 2 jam
untuk mengidentifikasi kemungkinan terjadinya gangguan
hemodinamik jantung seperti hipotensi, penurunan haluaran
urine dan perubahan status mental
2. Anjurkan klien untuk memberitahu perawat segera bila klien mengalami nyeri dada 3. Kolaborasi pemberian obat-obatan untuk mengurangi gejala-gejala Diagnosa Keperawatan :
Pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan kelelahan, obesitas dan inaktivitas Tujuan :
Agar dapat mempertahankan pola napas yang efektif
Intervensi Keperawatan :
1. Amati dan catat irama serta kedalaman pernafasan
2. Auskultasi bunyi pernapasan dan catat dengan seksama
3. Bila klien mengalami kesulitan pernapasan yang berat,ko laborasikan dengan dokter 4. Hindarkan penggunaan obat sedatif karena dapat menekan pusat pernapasan 5. Bantu klien beraktivitas
6. Penuhi kebutuhan sehari-hari klien sesuai kebutuhan
Diagnosa Keperawatan :
Gangguan proses berpikir yang berhubungan dengan edema jaringan otak dan retensi air Tujuan :
Proses berpikir klien kembali ketingkat yang optimal
Intervensi Keperawatan :
1. Observasi dan catat tanda gangguan proses berpikir yang
berat seperti :
a. Letargi
b. Gangguan memori
c. Tidak ada perhatian
d. Kesulitan berkomunikasi
e. Mengantuk
2. Orientasikan klien kembali dengan lingkungannya baik
terhadap orang, tempat dan waktu
3. Beri dorongan pada keluarga agar dapat menerima perubahan
prilaku klien dan mengadaptasinya
Penyuluhan Kesehatan :
Penyuluhan kesehatan sangat penting bagi klien dan keluarga.
Berikanlah kepada mereka hal-hal yang harus di perhatikan
dalam penggunaan obat di rumah dan perawatan klien pada
umumnya. Berikan penjelasan tentang :
1. Cara penggunaan obat, dosis dan waktunya. Tidak meminum
obat bersama dengan obat yang lain
2. Tanda dan gejala bila kelebihan obat atau sebaliknya
3. Menggunakan selimut tambahan pada waktu tidur,
penggunaan baju hangat dan pakaian tebal bila suhu udara
dingin
4.Meningkatkan pemasukan makanan yang bergizi, cairan
yang cukup dan makanan tinggi serat
5. Memeriksakan diri secara teratur ke tempat pelayanan
kesehatan terdekat
D. Penatalaksanaan Klien dengan Hipertrofi Kelenjar Tiroid
I. Pengkajian
1. Kaji riwayat penyakit :
- sudah sejak kapan keluhan dirasakan klien
- apakah ada anggota keluarga yang berpenyakit sama
2. Tempat tinggal sekarang dan pada masa balita
3. Usia dan jenis kelamin
4. Kebiasaan makan
5. Penggunaan obat-obatan
- Kaji jenis obat-obat yang sedang digunakan dalam 3 bulan terakhir
- Sudah berapa lama digunakan
- Tujuan pemberian obat
6. Keluhan klien :
- Sesak napas, apakah bertambah sesak bila beraktivitas
- Sulit menelan
- Leher bertambah besar
- Suara serak/parau
- Merasa malu dengan bentuk leher yang besar dan tidak simetris
7. Pemeriksaan fisik :
- Palpasi kelenjar tiroid, nodul tunggal atau ganda, konsistensi dan simetris tidaknya, apakah terasa nyeri pada saat di palpasi
- Inspeksi bentuk leher, simetris tidaknya
- Auskultasi bruit pada arteri tyroidea
- Nilai kualitas suara
- Palpasi apakah terjadi deviasi trakhea
8. Pemeriksaan diagnostik
- Pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum
- Pemeriksaan RAI
- Test TSH serum
9. Lakukan pengkajian lengkap dampak perubahan
patologis diatas terhadap kemungkinan adanya
gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi, cairan dan
elektrolit serta gangguan rasa aman dan perubahan
konsep diri seperti :
- Status pernapasan
- Warna kulit
- Suhu kulit (daerah akral)
- Keadaan / kesadaran umum
- Berat badan dan tinggi badan
- Kadar hemoglobin
- Kelembaban kulit dan teksturnya
- Porsi makan yang dihabiskan
- Turgor
- Jumlah dan jenis cairan per oral yang
dikonsumsi
- Kondisi mukosa mulut
- Kualitas suara
- Bagaimana ekspresi wajah, cara berkomunikasi
dan gaya interaksi klien dengan orang disekitarnya
- Bagaimana klien memandang dirinya sebagai seorang pribadi
II. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama yang dijumpai pada klien dengan goiter nontoksik antara lain : 1. Pola napas yang tidak efektif yang berhubungan dengan penekanan kelenjar tiroid terhadap trakhea
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan asupan yang kurang akibat disfagia
3. Perubahan citra diri yang berhubungan dengan perubahan bentuk leher
4. Gangguan rasa aman : ansietas yang berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit dan pengobatannya, atau persepsi yang salah tentang penyakit yang diderita III. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan :
Pola napas yang tidak efektif yang berhubungan dengan penekanan kelenjar tiroid terhadap trakhea
Tujuan :
Selama dalam perawatan, pola napas klien efektif kembali (sambil menunggu tindakan pembedahan bila diperlukan) dengan kriteria sebagai berikut :
- Frekuensi pernapasan 16-20 x/menit dan pola teratur
- Akral hangat
- Kulit tidak pucat atau cianosis
- Keadaan klien tenang/tidak gelisah
Intervensi Keperawatan :
1. Batasi aktivitas, hindarkan aktivitas yang melelahkan
2. Posisi tidur setengah duduk dengan kepala ekstensi bila diperlukan
3. Kolaborasi pemberian obat-obatan
4. Bila dengan konservatif gejala tidak hilang, kolaborasi tindakan operatif
5. Bantu aktivitas klien di tempat tidur
6. Observasi keadaan klien secara teratur
7. Hindarkan klien dari kondisi-kondisi yang menuntut penggunaan oksigen lebih banyak seperti ketegangan, lingkungan yang panas atau yang terlalu dingin
Diagnosa Keperawatan :
Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan asupan nutrien kurang akibat disfagia
Tujuan :
Nutrisi klien dapat terpenuhi kembali dalam waktu 1-2 minggu dengan kriteria sebagai berikut :
- Berat badan bertambah
- Hemoglobin : 12-14 gr% (wanita) dan 14-16 gr % (pria)
- Tekstur kulit baik
Intervensi Keperawatan :
1. Berikan makanan lunak atau cair sesuai kondisi klien
2. Porsi makanan kecil tetapi sering
3. Beri makanan tambahan diantara jam makan
4. Timbang berat badan dua hari sekali
5. Kolaborasi pemberian ruborantia bila diperlukan
6. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan menjelang jam makan
Diagnosa Keperawatan :
Perubahan citra diri yang berhubungan dengan perubaha bentuk leher
Tujuan :
Setelah menjalani perawatan, klien memiliki gambaran diri yang positif kembali dengan kriteria :
- Klien menyenangi kembali tubuhnya
-Klien dapat melakukan upaya-upaya untuk mengurangi dampak negatif pembesaran pada leher
- Klien dapat melakukan aktivitas fisik dan sosial sehari-hari
Intervensi Keperawatan :
1. Dorong klien mengungkapkan perasaan dan pikirannya tentang bentuk leher yang berubah 2. Diskusikan upaya-upaya yang dapat dilakukan klien untuk mengurangi perasaan malu seperti menggunakan baju yang berkerah tertutup
3. Beri pujian bila klien dapat melakukan upaya-upaya positif untuk meningkatkan penampilan diri
4.Jelaskan penyebab terjadinya perubahan bentuk leher dan jalan keluar yang dapat dilakukan seperti tindakan operasi
5. Jelaskan pula setiap risiko yang perlu di antisipasi dari setiap tindakan yang dapat dilakukan
6. Ikut sertakan klien dalam kegiatan keperawatan sesuai kondisi klien
7. Fasilitasi klien untuk bertemu teman-teman sebayanya
Diagnosa Keperawatan :
Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan klien
tentang penyakit dan pengobatannya atau persepsi yang salah
tentang penyakit yang diderita
Tujuan :
Setelah diberikan pendidikan kesehatan sebanyak 2 kali,
ansietas klien akan hilang dengan kriteria sebagai berikut :
- Ekspresi wajah tampak rileks
- Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari
dengan baik
- Klien mengetahui penyakit dan upaya
pengobatan
Intervensi Keperawatan :
1. Kaji pengetahuan klien tentang penyakit dan pengobatannya
2. Identifikasi harapan-harapan klien terhadap pelayanan yang
diberikan
3. Buat rancangan pembelajaran yang mencakup :
- Jenis penyakit dan penyebabnya
- Upaya penanggulangan seperti pemberian obat-
obatan, tindakan operasi bila ada indikasi
- Prognosa dan prevalensi penyakit
- Kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan
keadaan yang lebih buruk dan kondisi yang
mempercepat penyembuhan
4. Laksanakan pembelajaran bersama dengan anggota keluarga,
perhatikan kondisi klien dan lingkungannya.

di postingkan oleh :
nama : yudi sunadar
nim : 09079
kelas : 2B

Kamis, 30 Juni 2011

kelejar tieoid

Kelenjar tiroid adalah salah satu
dari kelenjar endokrin terbesar pada
tubuh manusia . Kelenjar ini dapat
ditemui di leher . Kelenjar ini
berfungsi untuk mengatur kecepatan
tubuh membakar energi , membuat
protein dan mengatur kesensitifan
tubuh terhadap hormon lainnya .
Kelenjar tiroid dapat distimulasi dan
menjadi lebih besar oleh
epoprostenol .[1 ]

Minggu, 19 Juni 2011

CARA DAN PERAWATAN LUKA GANGREN

GANGREN DAN PERAWATAN LUKA
GANGREN
Komplikasi Diabetes Mellitus (DM)
yang paling berbahaya adalah
komplikasi pada pembuluh darah.
Pembuluh darah besar maupun kecil
ataupun kapiler penderita DM mudah
menyempit dan tersumbat oleh
gumpalan darah (angiopati diabetik)
Jika sumbatan terjadi di pembuluh
darah sedang atau besar di tungkai
(makroangopati diabetik) tungkai akan
lebih mudah mengalami gangren
diabetik, yaitu luka pada kaki yang
merah kehitam-hitaman dan berbau
busuk. Bila sumbatan terjadi pada
pembuluh darah yang lebih besar,
penderita DM akan merasa tungkainya
sakit sesudah ia berjalan pada jarak
tertentu, karena aliran darah ke
tungkai tersebut berkurang dan
disebut claudicatio intermitten.
Beberapa faktor secara bersama-
sama berperan pada terjadinya ulkus/
gangren diabetes. Dimulai dari faktor
pengelolaan penderita DM terhadap
penyakitnya yang tidak baik, adanya
neuropati perifer dan autonom, faktor
komplikasi vaskuler yang
memeperburuk aliran darah ke kaki
tempat luka, faktor kerentanan
terhadap infeksi akibat respons
kekebalan tubuh yang menurun pada
keadaan DM tidak terkendali, serta
kemudian faktor ketidaktahuan pasien
sehingga terjadi masalah gangren
diabetik.
Secara umum, gangren diabetik
biasanya terjadi akibat triad berikut :
1. Neuropati perifer
2. Insufisiensi Vaskuler Perifer
(Iskemik)
3. Infeksi
4. Penderita yang beresiko tinggi
mengalami gangren diabetik adalah :
5. Lama penyakit diabetes yang
melebihi 10 tahun
6. Usia pasien yang lebih dari 40
tahun
7. Riwayat merokok
8. Penurunan denyut nadi perifer
9. Penurunan sensibilitas
10. Deformitas anatomis atau bagian
yang menonjol (seperti bunion atau
kalus)
11. Riwayat ulkus kaki atau amputasi
12. Pengendalian kadar gula darah
yang buruk
Rangkaian yang khas dalam proses
timbulnya gangren diabetik pada kaki
dimulai dari cedera pada jaringan
lunak kaki, pembentukan fisura antara
jari-jari kaki atau di daerah kulit kering,
atau pembentukan sebuah kalus.
Jaringan yang terkena mula-mula
menjadi kebiruan dan terasa dingin
bila disentuh. Kemudian, jaringan
yang mati, menghitam dan berbau
busuk.
Cedera tidak dirasakan oleh pasien
yang kepekaannya sudah menghilang
dan bisa berupa cedera termal,
cedera kimia atau cedera traumatik.
Pengeluaran nanah, pembengkakan,
kemerahan (akibat selulitis) atau
akibat gangren biasanya merupakan
tanda pertama masalah kaki yang
menjadi perhatian penderita.
Gangren diabetik diklasifikasikan
menjadi lima tingkatan, yaitu :
1. Tingkat 0
Resiko tinggi untuk mengalami luka
pada kaki
Tidak ada luka
2. Tingkat 1
Luka ringan tanpa adanya infeksi,
biasanya luka yang terjadi akibat
kerusakan saraf.
Kadang timbul kalus
3. Tingkat 2
Luka yang lebih dalam, sering kali
dikaitkan dengan peradangan jaringan
di sekitarnya. Tidak ada infeksi pada
tulang dan pembentukan abses
4. Tingkat 3
Luka yang lebih dalam hingga ke
tulang, dan terbentuk abses
5. Tingkat 4
Gangren yang terlokalisasi , seperti
pada jari kaki, bagian depan kaki atau
tumit
6. Tingkat 5
Gangren pada seluruh kaki
Klasifikasi gangren diabetik lain
(gabungan dari klasifikasi Wagner dan
Liverpool) :
Stadium Grade
A 0 1 2 3
Tanpa tukak atau pasca tukak
Kulit intak/utuh
Luka superfisial tidak sampai tendon
kapsul sensi atau tulang
Luka sampai tendon atau kapsul
sendi
Luka sampai tulang dan sendi
B -----------------------------------------------
dengan infeksi ---------------------------
C ------------------------- dengan iskemia
-------------------------------------------------
D --------------------------dengan infeksi
dan iskemia
-------------------------------------
Penyembuhan luka selalu terjadi
melalui tahapan yang berurutan mulai
dari proses inflamasi, proliferasi,
pematangan dan penutupan luka.
Pada gangren, tindakan debridement
yang baik sangat penting untuk
mendapatkan hasil pengelolaan yang
memadai.
Prinsip dasar pengelolaan gangren
diabetik, adalah :
1. Evaluasi keadaan luka dengan
cermat
keadaan klinis luka
dalamnya luka
gambaran radiologi (adakah benda
asing, osteomielitis, gas subkutis)
lokasi luka
vaskularisasi luka
2. Pengendalian keadaan metabolik
sebaik-baiknya
3. Debridement luka yang adekuat dan
radikal, sampai bagian yang hidup
4. Biakan kuman baik aerob maupun
anaerob
5. Antibiotik yang adekuat
6. Perawatan luka yang baik, balutan
yang memadai sesuai dengan tingkat
keadaan luka
7. Mengurangi edema
8. Non weight bearing : tirah baring,
tongkat penyangga, kursi roda, alas
kaki khusus, total contact casting
9. Perbaikan sirkulasi-vasculer surgery
10. Tindakan bedah rehabilitatif untuk
memperbaiki kemungkinan dan
kecepatan penyembuhan
11. Rehabilitasi
Peran perawat dalam perawatan luka
gangren adalah mencegah komplikasi
akibat luka gangren dengan
menerapkan teknik aseptik pada tiap
perawatan luka, selain itu perawat
harus mampu menjadi educator bagi
pasien, dan memberi asuhan
keperawatan secara holistik.
1. Cara perawatan gangren diabetik :
Persiapan bahan dan alat :
Pinset anatomi 1 buah dan pinset
cirurgis 1 buah
Gunting Arteri 1
Cucing
Persegi satu buah
Kom satu buah
Bengkok
Larutan NaCl 0,9 %
Sarung tangan satu pasang
Spuit 50 cc
Kassa
Alkohol 70 %
Metronidazole powder
Duoderm gel
Kaltostat, Aquacel
Pembalut Duoderm CGF
Duoderm Paste
Duk steril
2. Tindakan
Cara Perawatan Luka :
a. Letakkan cucing (dua buah), kapas,
kassa, pinset anatomis, gunting di atas
duk steril.
b. Isi cucing dengan kapas dan larutan
NaCl
c. Cuci luka dengan cairan NS (NaCl
0,9%) sambil digosok secara lembut
dengan tangan yang terbungkus
sarung tangan
d. Jika luka berongga
gunakan tube (NSV bayi atau folley
kateter anak) & spuit 50 cc
e. Keringkan luka dgn kassa secara
lembut (ditutul), jangan digosok.
f. Bersihkan kulit utuh sekeliling luka
dgn alkohol 70% (radius 3-5cm dari
tepi luka)
g. Taburi dasar luka dgn
metronidazole powder (500 mg)
secara merata untuk mengurangi bau
pada luka.
h. Isi rongga luka/dasar luka dengan
Duoderm Hydroactive gel sampai 1/2
kedalaman rongga luka
i. Campurkan Duoderm Hydroactive
gel dengan metronidazole powder
(500mg) dlm cucing steril.
j. Isikan ke dalam luka sampai terisi ½
kedalaman luka
k. Tutup luka dengan absorbent
dressing:
- Kaltostat
- Aquacel
l. Masukkan Kaltostat rope / Aquacel
(absorbent as primary dressing) ke
dalam rongga luka (fill dead space) &
di atas luka untuk mengabsorbsi
exudate yg berlebihan.
m. Sisakan 1 cm absorbent dari tepi
rongga luka.
n. Tutup dgn pembalut: Duoderm CGF
Extrathin secara tepat untuk
memberikan moist environment.
Jangan menarik pembalut.
o. Berikan penekanan ringan secara
merata pada pembalut selama 30
detik agar melekat rata dipermukaan
kulit
p. Jika warna dasar luka merah
(granulasi) namun masih cekung beri
Duoderm Paste scr merata diatas
permukaan luka.
q. Tutup absorbent jika perlu.
r. Tutup dgn Duoderm CGF secara
tepat
s. Ganti pembalut jika telah jenuh oleh
exudate.
t. Jadwal penggantian balutan dapat
ditentukan setiap 3 - 7 hari sekali,
tergantung warna dasar luka dan
jumlah exudate.
3. Dokumentasi keadaan luka, dan
perawatan luka
Sebagai educator bagi pasien,
perawat memberi informasi tentang
pentingnya nutrisi bagi kesembuhan
luka dan pemberian terapi antibiotik.
Penderita gangren disarankan untuk
tirah baring, dan menhjaga kesehatan
(terutama gula darahnya). Nutrisi yang
diberikan harus sesuai prinsip 3 J
(Jumlah kalori, Jadwal diit, dan Jenis
makanan).
Pencegahan jauh lebih disukai
daripada penyembuhan. Beberapa
faktor resiko untuk penyakit vaskuler
perifer pada pasien DM tidak dapat
diobati, misalnya usia dan lamanya
menderita DM, tetapi banyak faktor
resiko laon yang dapat ditangani
misalnya merokok, hipertensi,
hiperlipidemia, hiperglikemia, dan
obesitas.
Pendidikan tentang perawatan kaki
merupakan kunci mencegah ulserasi
kaki. Perawatan kaki dimulai dengan
mencuci kaki dengan benar,
mengeringkan dan menminyakinya
(menggunakan lotion), kemudian
inspeksi kaki tiap hari (periksa adanya
gejala kemerahan, lepuh, fisura, kalus
atau ulserasi), memotong kuku
dengan hati-hati. Pasien disarankan
untuk mengenalan sepatu yang pas
dan tertutup pada bagian jari kaki.
Perilaku beresiko tinggi harus
dihindari, misalnya : berjalan tanpa
alas kaki, menggunakan bantal
pemanas pada kaki, mengenakan
sepat terbuka pada bagian jarinya,
memangkas kalus.
Cara perawatan luka gangren ala RS
DR Soetomo : (dipake wat penjelasan
foto asli gangren)
1. Buka balutan dengan hati-hati,
karena dapat menarik jaringan yang
sudah bergranulasi. Bila lengket siram
dengan larutan NaCl
2. Inspeksi luka, perhatikan mana
yang sudah bergranulasi dan bagian
yang masih bernanah.
3. Ambil bola kapas yang sudah
direndam savlon. Lalu basuh dan
bersihkan luka klien dengan hati2. Bila
jaringan sudah bergranulasi yang
ditandai dengan warna merah maka
cukup ditutul. Bila jaringan yang
nekrotik dan bernanah maka luka
harus dicuci. Gunakan tangan kiri
untuk mengambil alat steril, tangan
kanan untuk ke luka pasien.
4. Lakukan hingga 3 kali, kemudian
palpasi luka. Terutama bagi luka yang
bernanah. Untuk mengeluarkan pus,
klien diminta menggerakkan
pergelangan kakinya (atas

Rabu, 15 Juni 2011

Fisiologi Sistem Endokrin

. Fisiologi Sistem Endokrin
Sistem endokrin, dalam kaitannya dengan sistem saraf, mengontrol dan memadukan fungsi tubuh. Kedua sistem ini bersama-sama bekerja untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Fungsi mereka satu sama lain saling berhubungan, namun dapat dibedakan dengan karakteristik tertentu. Misalnya, medulla adrenal dan kelenjar hipofise posterior yang mempunyai asal dari saraf (neural). Jika keduanya dihancurkan atau diangkat, maka fungsi dari kedua kelenjar ini sebagian diambil alih oleh sistem saraf.
Bila sistem endokrin umumnya bekerja melalui hormon, maka sistem saraf bekerja melalui neurotransmiter yang dihasilkan oleh ujung-ujung saraf.
A. Struktur
Terdapat dua tipe kelenjar yaitu eksokrin dan endokrin:
1) Kelenjar eksokrin melepaskan sekresinya ke dalam duktus pada permukaan tubuh, seperti kulit, atau organ internal, seperti lapisan traktus intestinal.
2) Kelenjar endokrin termasuk hepar, pankreas (kelenjar eksokrin dan endokrin),
payudara, dan kelenjar lakrimalis untuk air mata. Sebaliknya, kelenjar endokrin melepaskan sekresinya langsung ke dalam darah.
Kelenjar endokrin termasuk :
1. Pulau Langerhans pada Pankreas
2. Gonad (ovarium dan testis)
3. Kelenjar adrenal, hipofise, tiroid dan paratiroid, serta timusB.
Hormon dan fungsinya Kata hormon berasal dari bahasa Yunani hormon yang artinya membuat gerakan atau membangkitkan.Hormon mengatur berbagai proses yang mengatur kehidupan.
B. Sistem endokrin mempunyai lima fungsi umum :
1. Membedakan sistem saraf dan sistem reproduktif pada janin yang sedang berkembang
2. Menstimulasi urutan perkembangan
3.Mengkoordinasi sistem reproduktif
4. Memelihara lingkungan internal optimal
5. Melakukan respons korektif dan adaptif ketika terjadi situasi darurat
C. Klasifikasi Dalam hal struktur kimianya:
Hormon diklasifikasikan sebagai hormon yang larut dalam air atau yang larut dalam lemak:
1) Hormon yang larut dalam air termasuk polipeptida (mis., insulin, glukagon,hormon adrenokortikotropik (ACTH), gastrin) dan katekolamin (mis:dopamin,norepinefrin,epinefrin)
2) Hormon yang larut dalam lemak termasuk steroid (mis., estrogen, progesteron,testosteron, glukokortikoid, aldosteron) dan tironin (mis., tiroksin). Hormon yang larut dalam air bekerja melalui sistem mesenger-kedua,sementara hormon steroid dapat menembus membran
sel dengan bebas.
D. Karakteristik
Meskipun setiap hormon adalah unik dan mempunyai fungsi
dan struktur tersendiri, namun semua hormon mempunyai karakteristik berikut.Hormon disekresi dalam salah satu dari tiga pola berikut :
(1) sekresi diurnal adalah pola yang naik dan turun dalam
periode 24 jam. Kortisol adalah contoh hormon diurnal. Kadar kortisol meningkat pada pagi hari dan turun pada malam hari.
(2) Pola sekresi hormonal pulsatif dan siklik naik turun sepanjang waktu tertentu, seperti bulanan. Estrogen adalah non siklik dengan puncak dan lembahnya
menyebabkan siklus menstruasi.
(3) Tipe sekresi hormonal yang ketiga adalah variabel dan
tergantung pada kadar subtrat lainnya. Hormon paratiroid disekresi dalam berespons terhadap
kadar kalsium serum.
Hormon bekerja dalam sistem umpan balik. Loop umpan balik dapat positif atau negatif dan memungkinkan tubuh untuk dipertahankan dalam situasi lingkungan optimal. Hormon mengontrol laju aktivitas selular. Hormon tidak mengawali perubahan biokimia. Hormon hanya mempegaruhi sel-sel yang mengandung reseptor yang sesuai, yang melalukan : fungsi spesifik. Hormon mempunyai fungsi dependen dan interdependen. Pelepasan hormon dari satu kelenjar sering merangsang pelepasan hormone dari kelenjar lainnya. Hormone secara konstan di reactivated oleh hepar atau mekanisme lain dan diekskresi oleh ginjal.
E. Regulasi Peran hipotalamus dan kelenjar hipofise
Dua kelenjar endokrin yang utama ádalah hipotalamus dan hipofise. Aktivitas endokrin dikontrol secara langsung dan tak langsung oleh hipotalamus, yang menghubungkan sistem persarafan dengan sistem endokrin. Dalam berespons terhadap input dari area lain dalam otak dan dari hormon dalam dalam darah, neuron dalam hipotalamus mensekresi beberapa hormon realising dan inhibiting. Hormon ini bekerja pada sel-sel spesifik dalam kelenjar pituitary yang mengatur
pembentukan dan sekresi hormon hipofise. Hipotalamus dan kelenjar hipofise dihubungkan oleh infundibulum.Hormon yang disekresi dari setiap kelenjar endokrin dan kerja dari masing-masing hormon. Perhatikan bahwa setiap hormon yang mempengaruhi organ dan jaringan terletak jauh dari tempat kelenjar induknya. Misalnya oksitosin, yang dilepaskan dari lobus posterior kelenjar
hipofise, menyebabkan kontraksi uterus. Hormon hipofise yang mengatur sekresi hormon dari kelenjar lain disebut hormon tropik. Kelenjar yang dipengaruhi oleh hormon disebut kelenjar target. Sistem umpan balikKadar hormon dalam darah juga dikontrol oleh umpan balik negatif manakala kadar hormon telah mencukupi untuk menghasilkan efek yang dimaksudkan, kenaikan kadar hormon lebih jauh dicegah oleh umpan balik negatif. Peningkatan kadar hormon mengurangi perubahan awal yang memicu pelepasan hormon. Misalnya peningkatan sekresi
ACTH dari kelenjar pituitari anterior merangsang peningkatan pelepasan kortisol dari korteks adrenal, menyebabkan penurunan pelepasan ACTH lebih banyak. Kadar substansi dalam darah selain hormon juga memicu pelepasan hormon dan dikontrol melalui Sistem umpan balik. Pelepasan insulin dari pulau langerhan di pankreas didorong oleh kadar glukosa darah.Aktivasi sel-sel targetManakala hormon mencapai sel target, hormon akan mempengaruhi cara sel berfungsi dengan satu atau dua metoda, pertama melalui penggunaan mediator intraselular dan kedua mengaktifkan gen-gen di dalam sel. Salah satu mediator intraselular adalah cyclic adenosine monophosphate (cAMP), yang berikatan dengan permukaan dalam dari membran sel. Ketika hormon melekat pada sel, kerja sel akan mengalami sedikit perubahan. Misalnya, ketika hormon pankreatik glukagon berikatan dengan sel-sel hepar, kenaikan kadar AMP meningkatkan pemecahan glikogen menjadi glukosa. Jika hormon mengaktifkan sel dengan berinteraksi dengan gen, gen akan mensitesa mesenger RNA (mRNA) dan pada akhirnya protein (mis., enzim,steroid). Substansi ini mempengaruhi reaksi dan proses selular.1. Struktur dan fungsi hipotalamusHipotalamus terletak di batang otak tepatnya di dienchepalon, dekat dengan ventrikel otak ketiga (ventrikulus tertius) Hipotalamus sebagai pusat tertinggi sistem kelenjar endokrin yang menjalankan fungsinya melalui humoral (hormonal) dan saraf. Hormon yang dihasilkan hipotalamus sering disebut faktor R dan I mengontrol sintesa dan sekresi hormon
hipofise anterior sedangkan kontrol terhadap hipofise posterior berlangsung melalui kerja saraf. Pembuluh darah kecil yang membawa sekret hipotalamus ke hipofise disebut portal hipotalamik hipofise.
Hormon-hormon hipotalamus antara lain:
a. ACTH : Adrenocortico Releasing Hormon
b. ACIH : Adrenocortico Inhibiting Hormon
c. TRH : Tyroid Releasing Hormpn
d. TIH : Tyroid Inhibiting Hormon
e. GnRH : Gonadotropin Releasing Hormon
f. GnIH : Gonadotropin Inhibiting Hormon
g. PTRH : Paratyroid Releasing Hormon
h. PTIH : Paratyroid Inhibiting Hormon
i. PRH : Prolaktin Releasing Hormon
j. PIH : Prolaktin Inhibiting Hormon
k. GRH : Growth Releasing Hormon
l. GIH : Growth Inhibiting Hormon
m. MRH : Melanosit Releasing Hormon
n. MIH :Melanosit Inhibiting Hormon
Hipotalamus sebagai bagian dari sistem endokrin mengontrol sintesa dan sekresi hormon-hormon hipofise. Hipofise anterior dikontrol oleh kerja hormonal sedang bagian posterior dikontrol melalui kerja saraf.
2. Struktur dan Fungsi Hipofise
Hipofise terletak di sella tursika, lekukan os spenoidalis basis cranii. Berbentuk oval dengan diameter kira-kira 1 cm dan dibagi atas dua lobus:
1) Lobus anterior, merupakan bagian terbesar dari hipofise kira-kira 2/3 bagian dari hipofise. Lobus anterior ini juga disebut adenohipofise.
2) Lobus posterior, merupakan 1/3 bagian hipofise dan terdiri dari jaringan saraf sehingga disebut juga neurohipofise.
Hipofise stalk adalah struktur yang menghubungkan lobus posterior hipofise dengan hipotalamus. Struktur ini merupakan jaringan saraf.
Lobus intermediate (pars intermediate) adalah area diantara lobus anterior dan posterior, fungsinya belum diketahui secara pasti, namun beberapa referensi yang ada mengatakan lobus ini mungkin menghasilkan melanosit stimulating hormon (MSH). Secara histologis, sel-sel kelenjar hipofise dikelompokan berdasarkan jenis hormon yang disekresi yaitu:
a. Sel-sel somatotrof bentuknya besar, mengandung granula sekretori, berdiameter
350- 500 nm dan terletak di sayap lateral hipofise. Sel-sel inilah yang menghasilkan hormon somatotropin atau hormon pertumbuhan.
b. Sel-sel lactotroph juga mengandung granula sekretori, dengan diameter 27-350 nm,
menghasilkan prolaktin atau laktogen.
b. Sel-sel Tirotroph berbentuk polihedral, mengandung granula sekretori dengan
diameter 50-100 nm, menghasilkan TSH.
c. Sel-sel gonadotrof diameter sel kira-kira 275-375 nm, mengandung granula
sekretori, menghasilakan FSH dan LH. Ssel-sel kortikotrof diameter sel kira-kira 375-550 nm, merupakan granula terbesar, menghasilkan ACTH.
d. Sel nonsekretori terdiri atas sel kromofob. Lebih kurang 25% “sel kelenjar hipofise tidak dapat diwarnai dengan pewarnaan yang lazim digunakan dan karena itu disebut sel-sel kromofob.Pewarnaan yang sering dipakai adalah carmosin dan erytrosin.
e. Sel foli-kular adalah sel-sel yang berfolikel.
Hipofise menghasilkan hormon tropik dan nontropik:
1) Hormon tropik akan mengontrol sintesa dan sekresi hormon kelenjar sasaran
2) Hormon nontropik akan bekerja langsung pada organ sasaran. Kemampuan hipofise dalam mempengaruhi atau mengontrol langsung aktivitas kelenjar endokrin lain menjadikan hipofise dijuluki master of gland.
3. Struktur dan Fungsi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid terletak pada leher bagian depan, tepat di bawah kartilago krikoid, disamping kiri dan kanan trakhea. Pada orang dewasa beratnya lebih kurang 18 gram.
Kelenjar ini terdiri atas dua lobus yaitu lobus kiri kanan yang dipisahkan oleh isthmus. Masing-masing lobus kelenjar ini mempunyai ketebalan lebih kurang 2 cm, lebar 2,5 cm dan panjangnya4 cm. Tiap-tiap lobus mempunyai lobuli yang di masing-masing lobuli terdapat folikel dan parafolikuler. Di dalam folikel ini terdapat rongga yang berisi koloid dimana hormon-hormon disintesa.kelenjar tiroid mendapat sirkulasi darah dari arteri tiroidea superior dan arteri tiroidea inferior. Arteri tiroidea superior merupakan percabangan arteri karotis eksternal dan arteri tiroidea inferior merupakan percabangan dari arteri subklavia.Lobus kanan kelenjar tiroid mendapat suplai darah yang lebih besar dibandingkan dengan lobus kiri. Dipersarafi oleh saraf
adrenergik dan kolinergik. saraf adrenergik berasal dari ganglia servikalis dan kolinergik berasaldari nervus vagus.
Kelenjar tiroid menghasilkan tiga jenis hormon yaitu T3, T4 dan sedikit kalsitonin. Hormon T3 dan T4 dihasilkan oleh folikel sedangkan kalsitonin dihasilkan oleh parafolikuler. Bahan dasar pembentukan hormon-hormon ini adalah yodium yang diperoleh dari makanan dan minuman. Yodium yang dikomsumsi akan diubah menjadi ion yodium (yodida) yang masuk secara aktif ke dalam sel kelenjar dan dibutuhkan ATP sebagai sumber energi. Proses ini disebut pompa iodida, yang dapat dihambat oleh ATP- ase, ion klorat dan ion sianat.
Sel folikel membentuk molekul glikoprotein yang disebut Tiroglobulin yang
kemudian mengalami penguraian menjadi mono iodotironin (MIT) dan Diiodotironin .
Yang menghasilkan insulin, dan sel deltha yang menghasilkan somatostatin namun fungsinya belum jelas diketahui. Organ sasaran kedua hormon ini adalah hepar, otot dan jaringan lemak. Glukagon dan insulin memegang peranan penting dalam metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Bahkan keseimbangan kadar gula darah sangat ,dipengaruhi oleh kedua hormon ini. Fungsi kedua hormon ini saling bertolak belakang. Kalau secara umum, insulin menurunkan kadar gula darah sebaliknya untuk glukagon meningkatkan kadar gula darah. Perangsangan glukagon bila kadar
gula darah rendah, dan asam amino darah meningkat. Efek glukoagon ini juga sama dengan efek kortisol, GH dan epinefrin.Dalam meningkatkan kadar gula darah, glukagon merangsang glikogenolisis (pemecahan glikogen menjadi glukosa) dan meningkatkan transportasi asamamino dari otot serta meningkatkan glukoneogenesis (pemecahan glukosa dari yang bukan karbohidrat). Dalam metabolisme lemak, glukagon meningkatkan lipolisis (pemecahan lemak).Dalam menurunkan kadar gula darah, insulin sebagai hormon anabolik terutama akan meningkatkan difusi glukosa melalui membran sel di jaringan.
Efek anabolik penting lainnya dari hormon insulin adalah sebagai berikut:
a. Efek pada hepar
1) Meningkatkan sintesa dan penyimpanan glukosa
2) Menghambat glikogenolisis, glukoneogenesis dan ketogenesis
3) Meningkatkan sintesa trigliserida dari asam lemak bebas di hepar
b. Efek pada otot
1) Meningkatkan sintesis protein
2) Meningkatkan transportasi asam amino
3) Meningkatkan glikogenesis
c. Efek pada jaringan lemak
1) Meningkatkan sintesa trigliserida dari asam lemak bebas
2) Meningkatkan penyimpanan trigliserida
3) Menurunkan lipolisis


6. Struktur dan Fungsi Kelenjar Adrenal
Terletak di kutub atas kedua ginjal. Disebut juga sebagai kelenjar suprarenalis karena letaknya di atas ginjal. Dan kadang juga disebut sebagai kelenjar anak ginjal karena menempel pada ginjal.
Kelenjar adrenal terdiri dari dua lapis yaitu bagian korteks dan bagian medulla. Keduanya menunjang dalam ketahanan hidup dan kesejahteraan, namun hanya korteks yang esensial untuk kehidupan.
a. Korteks adrenalKorteks adrenal esensial untuk bertahan hidup. Kehilangan hormon adrenokortikal dapat menyebabkan kematian. Korteks adrenal mensintesa tiga kelas hormon steroid yaitu mineralokortikoid, glukokortikoid, dan androgen.
b. Mineralokortikoid
Mineralokortikoid (pada manusia terutama adalah aldosteron) dibentuk pada zona glomerulosa korteks adrenal. Hormon ini mengatur keseimbangan elektrolit dengan meningkatkan retensi natrium dan ekskresi kalium. Aktivitas fisiologik ini selanjutnya membantu dalam mempertahankan tekanan darah normal dan curah jantung. Defisiensi mineralokortikoid (penyakit Addison’s) mengarah pada hipotensi, hiperkalemia, penurunan curah jantung, dan dalam kasus akut, syok. Kelebihan mineralokortikoid mengakibatkan hipertensi dan hipokalemia.
c. Glukokortikoid
Glukokortikoid dibentuk dalam zona fasikulata. Kortisol merupakan glukokortikoid utama padamanusia. Kortisol mempunyai efek pada tubuh antara lain dalam: metabolisms glukosa (glukosaneogenesis) yang meningkatkan kadar glukosa darah; metabolisme protein; keseimbangan cairan dan elektrolit; inflamasi dan imunitas; dan terhadap stresor.
d. Hormon seks Korteks adrenal mensekresi sejumlah kecil steroid seks dari zona retikularis. Umumnya adrenal mensekresi sedikit androgen dan estrogen dibandingkan dengan sejumlah besar hormon seks yang disekresi oleh gonad. Namun produksi hormon seks oleh kelenjar adrenal dapat
menimbulkan gejala klinis. Misalnya, kelebihan pelepasan androgen menyebabkan virilism
e. sementara kelebihan pelepasan estrogen (mis., akibat karsinoma adrenal menyebabkan ginekomastia dan retensi natrium dan air.
7. Struktur dan Fungsi Kelenjar GonadTerbentuk pada minggu-minggu pertama gestasi dan tampak jelas pada minggu kelima. Difrensiasi jelas dengan
mengukur kadar testosteron fetal terlihat jelas pada minggu ke tujuh dan ke delapan gestasi. Keaktifan kelenjar gonad terjadi pada masa prepubertas dengan meningkatnya sekresi gonadotropin (FSH dan LH) akibat penurunan inhibisi steroid
a. Testes Dua buah testes adadalam skrotum. Testis mempunyai dua fungsi yaitu sebagai organ endokrin dan organ reproduksi. Menghasilkan hormone testosteron dan estradiol dibawah pengaruh LH. Testosteron diperlukan untuk mempertahankan spermatogenesis sementara FSH diperlukan untuk memulai
dan mempertahankan spermatogenesis.Estrogen mempunyai efek menurunkan konsentrasi testosteron melalaui umpan balik negatif terhadap FSH sementara kadar testosteron dan estradiol menjadi umpan balik negatif terhadap LH. Fungsi testis sebagai organ reproduksi berlangsung di tubulus seminiferus.Efek testosteron pada fetus merangsang diferensiasi dan perkembangan genital ke arah pria. Pada masa pubertas hormon ini akan merangsang perkembangan tanda-
tanda seks sekunder seperti perkembangan bentuk tubuh, pertumbuhan genital, distribusi rambut tubuh, pembesaran laring dan penebalan pita suara serta perkembangan sifat agresif. Sebagai hormon anabolik, akan merangsang pertumbuhan dan penutupan epifise tulang.
b. Ovarium
Seperti halnya testes, ovarium juga berfungsi sebagai organ endokrin dan organ reproduksi. Sebagai organ endokrin, ovarium menghasilkan hormon estrogen dan progesteron. Sebagai organ reproduksi, ovarium menghasilkan ovum (sel telur) setiap bulannya pada masa ovulasi untuk selanjutnya siap untuk dibuahi sperma. Estrogen dan progesteron akan mempengaruhi perkembangan seks sekunder, menyiapkan endometrium untuk menerima hasil konsepsi serta mempertahankan proses laktasi.
Estrogen dibentuk di sel-sel granulosa folikel dan sel lutein korpus luteum.
Progesteron juga dibentuk di sel lutein korpus luteum.
Patofisiologi Umum Gangguan Sistem Endokrin
Untuk memudahkan pengertian kita tentang patofisiologi pada berbagai kelainan kelenjar endokrin, berikut akan dihantarkan gambaran sepintas tentang patofisiologi umum gangguan endokrin, mengingat fungsi sistem endokrin yang kompleks dan rumit mencakup mekanisme kerja hormonal dan adanya mekanisme umpan balik yang negatif yang sudah barang tentu akan mempengaruhi perjalanan penyakit.
Seperti lazimnya kelainan-kelainan pada organ tubuh, pada kelenjar endokrin pun berlaku hal yang sama dimana gangguan fungsi yang terjadi dapat diakibatkan oleh: Peradangan atau infeksi Tumor atau keganasan DegenerasiI diopatik Dampak yang ditimbulkan oleh kondisi patologis diatas terhadap kelenjar endokrin dapat berupa: Perubahan bentuk kelenjar tanpa disertai perubahan sekresi hormonal Peningkatan sekresi hormon yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin sering diistilahkan dengan hiperfungsi kelenjar. Penurunan sekresi hormon yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin, dan diistilahkan dengan
hipofungsi kelenjar. Adanya hubungan timbal balik antara kelenjar hipofise sebagai master of gland dengan kelenjar targetnya, hipofise terhadap hipotalamus serta jaringan atau organ sasaran dengan kelenjar target, memungkinkan penyebab dari suatu kasus dapat lebih dari satu; artinya mungkin saja penyebab ada pada jaringan/organ sasaran, atau pada kelenjar target, ataupada kelenjar hipofise atau hipotalamus. Oleh karena itu, untuk tujuan kemudahan dalam penanggulangannya maka dalam setiap kasus akan di dipaparkan kemungkinan penyebabnya baik yang bersifat primer, sekunder,atau tertier.
Penyebab yang :
a. Bersifat primer: bila penyebabnya ada pada kelenjar penghasil hormon itu sendiri.
b. Bersifat sekunder, bila penyebabnya ada pada kelenjar di atasnya.
c. Bersifat tertier, bila penyebabnya di luar primer dan sekunder seperti penggunaan obat-obatan tertentu ataupun kelainan pada organ tubuh tertentu yang dapat mempengaruhi fungsi kelenjar.
Seperti bila terjadi peningkatan ACTH (hormon hipofise) pada serum yang akan menyebabkan hiperfungsi kelenjar adrenal sehingga terjadi hipersekresi hormon-hormon adrenal maka penyebabnya disebut sekunder.Disebut penyebab primer bila penyebapnya ada pada kelenjar adrenal sendiri. Disebut
tertier bila penyebabnya diluar kedua penyebab diatas. Misalnya, pengunaan obat-obatan yang dapat merangsang ACTH atau merangsang sekresi hormon adrenal. Untuk pemahaman yang lebih baik tentang patofisiologi berbagai kelainan endokrin, ada dua hal utama yang harus dipahami dengan baik.Efek dari setiap hormon yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin terhadap
jaringan endokrin dan terhadap jaringan atau organ sasarannya.Fungsi organ/jaringan sasarandari setiap hormon.
Definisi Hormon & Sistem Endokrin
Sistem endokrin terdiri dari sekelompok organ (kadang disebut sebagai kelenjar sekresi internal), yang fungsi utamanya adalah menghasilkan dan melepaskan hormon-hormon secara langsung ke dalam aliran darah.
Hormon berperan sebagai pembawa pesan untuk mengkoordinasikan kegiatan berbagai organ tubuh.
KELENJAR ENDOKRIN
Organ utama dari sistem endokrin adalah:
a.Hipotalamus
b.Kelenjar Hipofisa
c.Kelenjar tiroid
d .Kelenjar paratiroid
e.Pulau-pulau pankreas
f.Kelenjar adrenal
g .Buah zakar
h. Indung telur.
Selama kehamilan, plasenta juga bertindak sebagai suatu kelenjar endokrin. Hipotalamus melepaskan sejumlah hormon yang merangsang hipofisa; beberapa diantaranya memicu pelepasan hormon hipofisa dan yanglainnya menekan pelepasan hormon hipofisa.
Kelenjar hipofisa kadang disebut kelenjar penguasa karena hipofisa mengkoordinasikan berbagai fungsi dari kelenjar endokrin lainnya.
Beberapa hormon hipofisa memiliki efek langsung, beberapa lainnya secara sederhana mengendalikan kecepatan pelepasan hormon oleh organ lainnya.
Hipofisa mengendalikan kecepatan pelepasan hormonnya sendiri melalui mekanisme umpan balik, dimana kadar hormon endokrin lainnya dalam darah memberikan sinyal kepada hipofisa untuk memperlambat atau mempercepat pelepasan hormonnya.Tidak semua kelenjar endokrin berada dibawah kendali hipofisa; beberapa diantaranya memberikan respon, baik langsung maupun tidak langsung, terhadap konsentrasi zat-zat di dalam darah:
a Sel-sel penghasil insulin pada pankreas memberikan respon terhadap gula dan asam lemak
b Sel-sel paratiroid memberikan respon terhadap kalsium dan fosfat
c Medulla adrenal (bagian dari kelenjar adrenal) memberikan respon terhadap perangsangan langsung dari sistem sarafpar as im patis.Banyak organ yang melepaskan hormon atau zat yang mirip hormon, tetapi biasanya tidak
disebut sebagai bagian dari sistem endokrin. Beberapa organ ini menghasilkan zat-zat yang hanya beraksi di tempat pelepasannya, sedangkan yang lainnya tidak melepaskan produknya ke dalam aliran darah. Contohnya, otak menghasilkan berbagai hormon yang efeknya terutama terbatas pada sistem saraf.